Belajar dari Pak Philip Rekdale – Pakar Teknologi Pendidikan

Diskusi ini dimulai dengan posting saya tentang artikel “Is Education the Next Industry That Will Be Killed by the Internet?” di wall-nya Pak Philip Rekdale.

Abdul Karim :

bagaimana dengan artikel ini Pak Philip …

http://www.forbes.com/sites/timworstall/2011/12/19/is-education-the-next-industry-that-will-be-killed-by-the-internet/

Philip Rekdale :

@Abdul Karim – Terima kasih
Ya, saya suka membaca artikel begitu. Sudah banyak artikel begitu yang muncul sejak awal tahun 90an (sebelum kita sudah cukup berpengalaman dengan ICT dalam pendidikan). Dan karena masih ada artikel begitu yang muncul itu jelas bahwa banyak orang belum mengerti (atau tidak mau mengerti) apa itu pendidikan.

Ada banyak kepentingan sendiri terkait Bisnis Besar secara umum dan Industri ICT kalau mereka dapat “menjual” konsep itu ke masyarakat.

Bukan hanya secara langsung $, tetapi oleh kontrol dan oleh kekuasaan untuk mengatur dan kontrol pendidikan 100% (sekarang dengan pendidikan di sekolah “kontrol-nya sangat dipengaruhi” oleh banyak manusia yang lain – masih aman). Tetapi kalau mereka dapat mengatur pendidikan 100% mereka dapat kontrol pikiran dan perilaku masyarakat-nya 100% (frightening).

Untuk pemerintah keuntungan mereka adalah mereka dapat membentuk dan kontrol pikiran rakyat-nya.

Untuk bisnis mereka dapat membentukkan pasar konsunerism 100% (consumer market oriented). Hanya perlu melihat efek media sekarang untuk membentuk konsumerism. Blackberry yo! 🙂

Web-based learning adalah sangat terkait dengan kepercayaan bahwa mendidik adalah proses “transfer of knowledge”, oleh yang belum mengerti bahwa itu “proses yang kita melaksanakan” yang adalah pendidikan, sebetulnya.

Seperti reference “Oleh: Ir. Ratna Megawangi, M.Sc., Ph.D.

“Education is the kindling of a flame, not the filling of a vessel”. (Pendidikan adalah untuk menyalakan obor, bukan untuk mengisi bejana) – Socrates.”
http://teknologipendidikan.com/keilmuan.html

Ya, tujuan pendidikan adalah “perkembangan manusia”, bukan mencapaikan “tingkat pengetahuan yang standar” (seragam). Itu Proses-nya Yang Penting! Ini salah satu masalah utama di Indonesia di mana oleh pembelajaran-pasif yang menuju standar tertentu saja, yang dinilaikan oleh ujian yang kebanayakan berbasis-hafalan.

Kalau pendidikan di tingkat PT di negara kita diganti dengan web-based learning mungkin beda-nya tidak begitu terasa karena sekarang pembelajaran-nya adalah sangat pasif, dan 60% lulusan menganggur, jadi PT sangat tidak terfokus kepada mengembangkan orang, dan “pengetahuan tidak begitu bermanfaat tanpa orang yang bermutu, mampu, kreatif, invatif, dll”.

Kalau sekolah atau kampus diganti dengan pembelajaran oleh ICT itu hanya akan mengulangkan masalah dengan pembelajaran-pasif (berpusat-guru diganti dengan berpusat-teknologi) dan masih kebanyakan berbasis-hafalan. E-Learning lebih parah lagi karena 100% kontrol pembelajaran dan outcomes (Behaviourism), jadi membunuh kreativitas dan inovasi (self-expression). ICT bukan solusi-nya. Metodologi yang bermutu dan guru/dosen yang mampu adalah solusi-nya.

Itu proses pendidikan yang dicapaikan oleh metodologi yang mengembangkan manusia-nya yang memberdayakan, bukan pengetahuan… Pengetahuan mahasiswa/i kita adalah cukup baik, tetapi kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara kreatif pada umum adalah rendah, jadi menganggur.

Kata-nya “Knowledge (pengetahuan) Is Power”, dan “Wisdom (Kekuatan Mental) Is Strength” (pre-bahasa). Power (kekuasaan) belum tentu menuju yang baik. Tetapi wisdom (kekuatan mental) akan memasitkan bahwa kita menuju masa depan yang lebih baik. Meningkatkan Kekuatan Mental Dan Kita Juga Akan Sangat Powerful… Maupun dapat membentuk masa depan sendiri (mandiri).

Yang “memperkayakan orang, maupun negara” adalah pendidikan yang menghargai variasi dalam pikiran dan perspektif supaya dapat menstimulasikan imaginasi dan kreativitas yang muncul dalam proses-nya.

Ya, artikel itu hanya mencerminkan “kepentingan tertentu” oleh bisnis yang akan terus menjadi tantangan untuk perkembangan pendidikan (karena retorika-nya adalah sangat manis 🙂

Salam Pendidikan

Abdul Karim :

bagaimana dengan contoh dari MIT berikut ini Pak?

http://ocw.mit.edu/index.htm

Philip Rekdale :

@Abdul Karim – Terima kasih. Bagus…. Memberikan bahan gratis. 🙂
Salam Pendidikan

Abdul Karim :

‎@Philip Rekdale : permasalahan umum di Indonesia adalah kwalitas pembelajaran yang rendah yang disebabkan oleh mutu SDM guru dan dosen yang rendah pula di samping sarana dan prasarana yang tidak memadai untuk pembelajaran (kecuali di sekolah-sekolah elit). Adalah suatu berkah yang tidak ternilai harganya, melalui ‘Internet’ saya dan orang-orang yang ingin meningkatkan pengetahuannya, dapat memperoleh sumber-sumber belajar dari universitas-universitas terkemuka di dunia semacam MIT, Harvard, Barkeley dan lain-lain. Jadi manfaat yang tidak terbantahkan dengan e-learning adalah kita bisa terhubung dengan sumber-sumber belajar dari tempat-tempat belajar terbaik di dunia. Yang tidak saya peroleh- seumur hidup saya-dari guru dan dosen yang bertatap muka secara langsung. Karena di Indonesia yang bernilai adalah “Ijazah dan gelar-gelar akademis’nya, bukan isi ‘otak’ dan pengetahuannya. Sehingga pada umumnya sebagian besar orang dengan sukarela membeli ijazah tanpa harus belajar … 🙂 … (di Indonesia bisnis pembuatan skripsi dan thesis menjamur)
Mengenai masalah ‘bisnis pendidikan’, saya pikir tidak masalah asalkan memang betul-betul dapat membuat orang jadi lebih pintar. Dibandingkan ‘klaim pendidikan yang tidak berbisnis’ tapi malah membuat kebanyakan orang tetap bodoh.
Ini ‘Indonesia’ pak Philip … 🙂

Philip Rekdale :

@Abdul Karim – Terima kasih

Re: “permasalahan umum di Indonesia adalah kwalitas pembelajaran yang rendah yang disebabkan oleh mutu SDM guru dan dosen yang rendah”

Kayaknya isu utama adalah kita tidak mempunyai Metodologi Nasional yang menuju perkembangan SDM yang bermutu, dan guru-guru sendiri adalah produk dari pembelajaran-pasif (menuju ujian saja) dan tidak dapat melihat masalahnya. Masalah sangat terkait kebijakan yang tidak konsisten.

Re: “pula di samping sarana dan prasarana yang tidak memadai”

Ya, lebih dari itu: “Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll”,”Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008).” (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!

Dan selama korupsi dapat jalan lancar mengatasi masalah ini saja gimana? “Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah” – “Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya.( ICW)

Re: “Adalah suatu berkah yang tidak ternilai harganya, melalui ‘Internet’ saya dan orang-orang yang ingin meningkatkan pengetahuannya, dapat memperoleh sumber-sumber belajar dari universitas-universitas terkemuka di dunia semacam MIT, Harvard, Barkeley dan lain-lain.”

Ini sangat baik, semua guru dan dosen harus bertangungjawab untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu terus.

Re: “di Indonesia yang bernilai adalah “Ijazah dan gelar-gelar akademis’nya, bukan isi ‘otak’ dan pengetahuannya.”

Setuju tetapi pengetahuan sendiri tidak begitu bermanfaat (seperti kita dapat melihat dari jumlah lulusan yang menganggur) tanpa “olahraga otak” dalam pembelajaran oleh metodologi yang menstimulasikan.

“Education is the kindling of a flame, not the filling of a vessel”. (Pendidikan adalah untuk menyalakan obor, bukan untuk mengisi bejana) – Socrates.”

Re: “di Indonesia bisnis pembuatan skripsi dan thesis menjamur”

Ya, saya sudah lama coba menghadapi masalah ini dalam saran-saran saya ke mahasiswa/i http://pojokguru.com/skripsi.html

Re: “Mengenai masalah ‘bisnis pendidikan’, saya pikir tidak masalah asalkan memang betul-betul dapat membuat orang jadi lebih pintar.”

Konsep “pintar” menurut bisnis adalah apa? Beli dan menggunakan produk mereka? Mereka mengutamakan bisnis-nya kan? Sudah ada banyak contoh di sini…..

Tetapi barangkali bisnis kurang bahaya dibanding “pemerintah kita” yang dapat kontrol pendidikan 100% 🙂

Jangan salah, saya tidak melawan e-learning atau memakai Internet di luar kelas (itu disebut terus dari awal), saya hanya ingin kita melaksanakan pendidikan yang terbaik dan dapat menembangkan kita sebagai bangsa yang cerdas (bukan robot) di dalam kelas.

Kita hanya dapat meningkatkan “cerdas-nya rakyat” kita kalau kita dapat meningkatkan kemampuan menggunakan otaknya (thinking skills), bukan oleh tambah pengetahuan saja (seperti di negara maju, anak-anak belajar secara aktif dari TK).

Salam Pendidikan

Abdul Karim :

re : “saya hanya ingin kita melaksanakan pendidikan yang terbaik dan dapat mengembangkan kita sebagai bangsa yang cerdas (bukan robot) di dalam kelas.”

sayangnya pak Philip, selama ini ‘tanpa teknologi atau e-learning pun’, di sekolah-sekolah di Indonesia yang terjadi adalah pendidikan yang menghasilkan output ‘robot-robot’ yang tidak cerdas. 🙂

Philip Rekdale :

Mengapa ingin tambah dengan e-learning? Sudah waktu untuk mengaktifkan otak-otak pelajar-pelajar kita, bukan mengulangkan pembelajaran-pasif. Kapan kita akan maju?

Abdul Karim :

Ok pak Philip terima kasih untuk diskusi yang mencerdaskan ini. O ya saya minta izin untuk mengcopy paste diskusi ini di blog saya. Salam Pendidikan!

Philip Rekdale :

Terima kasih. Saya juga sangat enjoy.
Silakan mengcopy diskusi ini.
Semoga Sukses!

Keterangan gambar : Pak Philip Rekdale – Pakar Teknologi Pendidikan

Teaching Aids dengan Geogebra (2) : Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras – 2 (dari James Garfield Presiden AS)

Dilahirkan pada tanggal 19 November 1831 di sebuah pondok  di negara bagian Ohio, James Garfield adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya seorang petani, yang meninggal dunia pada saat Garfield berumur 2 tahun. Aktivitas masa kecil Garfield dihabiskan di ladang hingga ia berumur 16 tahun.

Setelah itu Garfield pergi ke sebuah kota di dekat desanya dan ia bekerja di kapal. Pendapatan dari hasil bekerja di kapal ia gunakan untuk membiayai pendidikannya.

keterangan gambar : Keluarga Presiden Garfield

Pada tahun 1856 ia menamatkan sekolah tingginya dan menjadi pengajar (dosen) dalam bidang bahasa dan sastra kuno selama 3 tahun. Di usia 28 tahun (1859), Garfield terpilih menjadi anggota senat negara bagian Ohio mewakili partai republik.

Ketika perang saudara di Amerika pecah (1861), James A. Garfield mengundurkan diri dari dunia politik, untuk turut mendirikan resimen tentara sukarela Amerika Serikat. Pada tahun 1863, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal, Garfield mengakhiri karier militernya ketika ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS, dan ia terus terpilih kembali  selama 18 tahun berturut-turut.

Pada tahun 1880, Garfield terpilih menjadi anggota senat AS, tetapi pada tahun yang sama pula ia menjadi calon presiden AS dari partai republik. Garfield tidak pernah menjalankan tugas sebagai senator, karena ia terpilih menjadi Presiden AS.

keterangan gambar : Presiden Garfield tertembak pada tahun 1881

Pada tahun 1881, empat bulan setelah ia dilantik menjadi presiden AS, Garfield ditembak di stasiun kereta api di Washington D.C oleh penderita gangguan jiwa yang ingin jadi pegawai pemerintahan. Selama tiga bulan ia sakit parah dan tidak pernah pulih kembali. Presiden Garfield menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 19 September 1881. [Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/James_A._Garfield ]

Berikut ini adalah salah satu kontribusinya terhadap pembuktian Teorema Pythagoras :

Diketahui segitiga siku-siku ABC,

dengan titik pusat A, segitiga ABC diputar sejauh 90 derajat berlawanan arah jarum jam sehingga di peroleh segitiga A’B’C’ seperti pada gambar berikut,

selanjutnya translasikan segitiga A’B’C’ sejauh C’A+AB ke kanan, dan tarik garis dari titik C ke B”, sehingga diperoleh trapesium siku-siku

untuk membuat peragaan dengan geogebra , ikuti tutorial berikut :


Setelah membuat peragaan untuk visualisasi pembuktian teorema Pythagoras, selanjutnya kita akan membuat peragaan step by step untuk langkah pembuktian secara aljabar, seperti di bawah ini,

Luas trapesium siku-siku (pada ruas kiri) sama dengan ‘luas segitiga dengan alas a dan tinggi b’ tambah  ‘luas segitiga dengan alas c dan tinggi c’ tambah ‘luas segitiga dengan alas b dan tinggi a’ (pada ruas kanan)

adapun langkah-langkahnya dapat diikuti pada tutorial geogebra berikut :

Hasil pembuatan alat peraga bukti teorema pythagoras dari James A. Garfield dalam file geogebra (GGB) dapat anda download di link ini : http://www.filesonic.com/file/4297768805/postinggarfield.ggb

Selamat mencoba!

Teaching Aids dengan Geogebra (2) : Alat Peraga Pembuktian Teorema Pythagoras – 1

Salah satu teorema yang paling terkenal di pelajaran matematika sekolah adalah teorema Pythagoras. Nama teorema ini dinisbahkan pada Pythagoras, karena bukti formal tentang teorema ini ditemukan oleh pythagoras. Walaupun fakta penggunaan sehari-sehari pada saat itu, rumus tersebut telah ada sebelum pythagoras membuktikannya secara formal.

Siapakah Pythagoras? Pythagoras adalah seorang filsuf dan ahli matematika yang hidup pada tahun 582 SM – 496 SM. Selain dikenal sebagai “bapak bilangan”, beliau banyak memberikan sumbangan yang penting terhadap perkembangan ilmu filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Namun kehidupan dan ajarannya tidak begitu ‘jelas’, akibat banyaknya legenda dan kisah-kisah buatan mengenai dirinya.

Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya).

Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan. Terdapat legenda yang menyatakan bahwa ketika muridnya Hippasus menemukan bahwa \sqrt{2}, hipotenusa dari segitiga siku-siku sama kaki dengan sisi siku-siku masing-masing 1, adalah bilangan irasional, murid-murid Pythagoras lainnya memutuskan untuk membunuhnya karena tidak dapat membantah bukti yang diajukan Hippasus.

[Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pythagoras]

Saat ini, ada sekitar 300 lebih bukti tentang teorema pythagoras, sebagian diantaranya dapat anda pelajari di situs www.cut-the-knot.org  .

Pada posting ini, saya mengajak anda untuk membuat peragaan salah satu bukti teorema Pythagoras dengan geogebra . Bukti teorema pythagorasnya adalah sebagai berikut, pada gambar (1) luas persegi yang putih adalah c kuadrat, kemudian kita transformasikan gambar (1) ke gambar (2) dengan rotasi dan translasi, sehingga luas daerah yang putih adalah a kuadrat ‘tambah’ b kuadrat.

gambar (1)

gambar (2)

File geogebra untuk pembuktian teorema Pythagoras ini, dapat anda dowload di link : http://www.filesonic.com/file/4234151325/rumuspythagoras.ggb

Untuk proses pembuatan alat peraga dengan geogebra dapat anda ikuti tutorial berikut ini,

Selamat mencoba!

Teaching Aids dengan Geogebra (1) : Alat Peraga Pembuktian Jumlah Sudut dalam Segitiga

Pertama kali mendengar kata “Teaching Aids” saya agak bingung sampai dahi berkerut , dan dalam hati saya bergumam  “kok  penyakit diajarkan?” :). Kemudian dengan rasa penasaran saya search dengan Google, bertemulah dengan situs www.sil.org  yang memberikan definisi “Teaching Aids“.


Berdasarkan definisi di atas, saya menggunakan kata “Teaching Aids” sebagai padanan untuk alat bantu mengajar guru di depan kelas. Mengapa saya gunakan  istilah dalam bahasa Inggris? alasannya, supaya lebih singkat menyebutnya – tidak terlalu panjang 🙂 .

Selanjutnya, apa itu “Geogebra”?, Geogebra adalah nama perangkat lunak matematika dinamis. Perangkat lunak ini dikembangkan pertama kali oleh Markus Hohenwarter .

Perangkat lunak geogebra bebas untuk dicopy dan digunakan tanpa harus membayar (FOSS). Dengan Geogebra seorang guru matematika tidak perlu lagi menggunakan Flash –  yang harus kita beli dengan harga mahal – untuk membuat simulasi.

Jadi “Teaching Aids dengan Geogebra” adalah alat bantu mengajar guru di depan kelas dengan menggunakan geogebra. Meskipun perangkat lunak ini khas matematika, pada beberapa posting ke depan saya akan memberikan contoh penggunaan geogebra untuk guru mata pelajaran selain matematika.

Pada posting pertama seri “Teaching Aids dengan Geogebra”, saya akan membahas tentang teknik membuat peragaan pembuktian jumlah sudut dalam segitiga dengan perangkat lunak geogebra. Sebelumnya, anda sebaiknya mendownload perangkat lunak geogebra di http://www.geogebra.org/cms/en/download , ada dua pilihan, versi instal dan portable.

Pada tutorial ini saya menjelaskan, bagaimana membuktikan secara visual bahwa jumlah sudut dalam segitiga sama dengan 180 derajat. Langkah-langkahnya : pertama, buat segitiga ACD, kemudian tentukan titik-titik tengah sisi AC dan sisi AD, dimana kedua titik tersebut akan menjadi titik pusat rotasi segitiga ACD. Langkah berikutnya, lakukan rotasi pertama untuk segitiga ACD dengan titik pusat titik tengah AD dan berlawanan arah jarum jam, kemudian lakukan rotasi kedua untuk segitiga ACD dengan titik pusat titik tengah AC dan searah jarum jam.

Untuk mempelajari pembuatan peragaan jumlah sudut dalam segitiga, silakan mengikuti tutorial berikut ini,

Link download untuk file geogebra (ggb) : http://www.filesonic.com/file/4165668785/jumlah180.ggb

Blog “Jelajah Matematika”

Salam bagi pengunjung blog ini!

Tulisan ini merupakan posting pertama, setelah blog https://abdulkarim.wordpress.com saya “make over”.  Judul dari blog ini saya ubah, sebelumnya “Kareem Math and Multimedia Tutor” menjadi “Jelajah Matematika”.  Meskipun area yang akan disentuh tetap sama, yaitu Matematika dan Multimedia, tetapi ada perubahan dalam orientasi. Sekarang saya akan fokus dalam pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran matematika, meskipun demikian saya akan tetap meluangkan waktu dan tenaga untuk  berbagi dengan guru-guru mata pelajaran lain berupa tutorial pembuatan MPI, pembuatan template dan lain-lain, jangan khawatir … 🙂

Mengapa judul blognya “Jelajah Matematika”?. Saya mengambil kata jelajah untuk padanan kata bahasa inggris, ‘explore’ yang bermakna menyelidiki, menjelajah, memeriksa, mengadakan penyelidikan atau mengedari [Google Translate], dan menurut http://www.merriam-webster.com/dictionary/explore

Dengan judul ‘Jelajah Matematika’, saya hendak menggambarkan, memberikan cara pandang dan mewacanakan kepada para pengunjung blog ini bahwa matematika adalah sebuah subyek yang luas, menarik dan menantang. Kata ‘Jelajah’ di sini, menyiratkan juga bahwa saya akan menggunakan teknologi dalam penyelidikan terhadap konsep-konsep matematika, agar kita terhindar dari ‘rutinitas’ menghitung yang sering membuat bosan murid-murid dalam pembelajaran matematika di kelas. Matematika tidak sama dengan ‘menghitung’, matematika adalah sebuah subyek pelajaran yang jauh lebih luas dari sekedar menghitung. Jadi pertanyaannya, mengapa guru dan murid selalu menghabiskan setiap pertemuannya dengan hanya sekedar hitung menghitung? … bahkan salah satu dosen saya di ITB dulu (Prof Bana Kartasasmita) pernah mengatakan “bahwa urusan menghitung adalah pekerjaan  kuli”. Di blog ini juga (dengan segala daya upaya yang akan saya kerahkan) saya akan memberikan contoh-contoh penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika. Tegasnya saya ingin mempengaruhi dan mengarahkan pendidikan matematika di Indonesia untuk menggunakan Teknologi dalam pembelajaran. Kondisi dan situasi sudah jauh berubah. Saya ingin guru-guru matematika di Indonesia tidak ‘gagap teknologi’. Menurut hasil survey bank dunia dalam “Inside Indonesia’s Mathematics Classrooms”, Indonesia merupakan negara yang terendah dalam penggunaan teknologi (kalkulator) dalam pembelajaran matematika. (karena di ujian nasional tidak diperbolehkan?)

Apa rujukan saya untuk penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika? Saya hanya seorang guru matematika di SMP-SMA, saya bukan periset atau peneliti pendidikan matematika, tapi mengapa saya berani melawan arus pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya?. Jawabannya yang pertama, intuisi saya (sebagai seorang pendidik yang gelisah terhadap perkembangan pendidikan matematika di Indonesia saat ini). Jujur saja saya mengatakan bahwa pendidikan matematika di Indonesia tidak jelas, kalau tidak mau dikatakan kacau balau, salah satu penyebab utamanya adalah Ujian Nasional Matematika (saya tidak akan membahas hal ini di sini). Matematika merupakan subyek yang sangat populer di dunia ini, dalam berbagai bidang keilmuan dan kehidupan, tetapi tidak di “sekolah” khususnya di Indonesia, semakin banyak anak-anak yang tidak suka dengan Matematika. Jawaban yang kedua, saya merujuk kepada standar yang ditetapkan oleh asosiasi guru matematika di Amerika Serikat (NCTM), karena Indonesia tidak mempunyai standar tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran matematika.

NCTM Position :

Technology is an essential tool for learning mathematics in the 21st century, and all schools must ensure that all their students have access to technology. Effective teachers maximize the potential of technology to develop students’ understanding, stimulate their interest, and increase their proficiency in mathematics. When technology is used strategically, it can provide access to mathematics for all students.

Calculators and other technological tools, such as computer algebra systems, interactive geometry software, applets, spreadsheets, and interactive presentation devices, are vital components of a high-quality mathematics education. With guidance from effective mathematics teachers, students at different levels can use these tools to support and extend mathematical reasoning and sense making, gain access to mathematical content and problem-solving contexts, and enhance computational fluency. In a well-articulated mathematics program, students can use these tools for computation, construction, and representation as they explore problems. The use of technology also contributes to mathematical reflection, problem identification, and decision making.

The use of technology cannot replace conceptual understanding, computational fluency, or problem-solving skills. In a balanced mathematics program, the strategic use of technology enhances mathematics teaching and learning. Teachers must be knowledgeable decision makers in determining when and how their students can use technology most effectively. All schools and mathematics programs should provide students and teachers with access to instructional technology, including appropriate calculators, computers with mathematical software, Internet connectivity, handheld data-collection devices, and sensing probes. Curricula and courses of study should incorporate instructional technology in learning outcomes, lesson plans, and assessments of students’ progress.

sumber :  http://www.nctm.org/about/content.aspx?id=14233

Harapan saya, dengan “Jelajah Matematika”, saya bisa sedikit mewarnai pendidikan matematika di Indonesia. Mencerahkan dan membalikkan pandangan guru-guru matematika di Indonesia yang selama ini ‘anti Tekonologi’, (mudah-mudahan bukan karena ‘Gaptek’ … 🙂   Semoga blog ini dapat memberikan manfaat bagi guru-guru matematika khususnya dan komunitas pendidikan di Indonesia pada umumnya.

Selamat berbagi dan berkarya!