Diskusi ini dimulai dengan posting saya tentang artikel “Is Education the Next Industry That Will Be Killed by the Internet?” di wall-nya Pak Philip Rekdale.
Abdul Karim :
bagaimana dengan artikel ini Pak Philip …
Philip Rekdale :
@Abdul Karim – Terima kasih
Ya, saya suka membaca artikel begitu. Sudah banyak artikel begitu yang muncul sejak awal tahun 90an (sebelum kita sudah cukup berpengalaman dengan ICT dalam pendidikan). Dan karena masih ada artikel begitu yang muncul itu jelas bahwa banyak orang belum mengerti (atau tidak mau mengerti) apa itu pendidikan.
Ada banyak kepentingan sendiri terkait Bisnis Besar secara umum dan Industri ICT kalau mereka dapat “menjual” konsep itu ke masyarakat.
Bukan hanya secara langsung $, tetapi oleh kontrol dan oleh kekuasaan untuk mengatur dan kontrol pendidikan 100% (sekarang dengan pendidikan di sekolah “kontrol-nya sangat dipengaruhi” oleh banyak manusia yang lain – masih aman). Tetapi kalau mereka dapat mengatur pendidikan 100% mereka dapat kontrol pikiran dan perilaku masyarakat-nya 100% (frightening).
Untuk pemerintah keuntungan mereka adalah mereka dapat membentuk dan kontrol pikiran rakyat-nya.
Untuk bisnis mereka dapat membentukkan pasar konsunerism 100% (consumer market oriented). Hanya perlu melihat efek media sekarang untuk membentuk konsumerism. Blackberry yo! 🙂
Web-based learning adalah sangat terkait dengan kepercayaan bahwa mendidik adalah proses “transfer of knowledge”, oleh yang belum mengerti bahwa itu “proses yang kita melaksanakan” yang adalah pendidikan, sebetulnya.
Seperti reference “Oleh: Ir. Ratna Megawangi, M.Sc., Ph.D.
“Education is the kindling of a flame, not the filling of a vessel”. (Pendidikan adalah untuk menyalakan obor, bukan untuk mengisi bejana) – Socrates.”
http://teknologipendidikan.com/keilmuan.html
Ya, tujuan pendidikan adalah “perkembangan manusia”, bukan mencapaikan “tingkat pengetahuan yang standar” (seragam). Itu Proses-nya Yang Penting! Ini salah satu masalah utama di Indonesia di mana oleh pembelajaran-pasif yang menuju standar tertentu saja, yang dinilaikan oleh ujian yang kebanayakan berbasis-hafalan.
Kalau pendidikan di tingkat PT di negara kita diganti dengan web-based learning mungkin beda-nya tidak begitu terasa karena sekarang pembelajaran-nya adalah sangat pasif, dan 60% lulusan menganggur, jadi PT sangat tidak terfokus kepada mengembangkan orang, dan “pengetahuan tidak begitu bermanfaat tanpa orang yang bermutu, mampu, kreatif, invatif, dll”.
Kalau sekolah atau kampus diganti dengan pembelajaran oleh ICT itu hanya akan mengulangkan masalah dengan pembelajaran-pasif (berpusat-guru diganti dengan berpusat-teknologi) dan masih kebanyakan berbasis-hafalan. E-Learning lebih parah lagi karena 100% kontrol pembelajaran dan outcomes (Behaviourism), jadi membunuh kreativitas dan inovasi (self-expression). ICT bukan solusi-nya. Metodologi yang bermutu dan guru/dosen yang mampu adalah solusi-nya.
Itu proses pendidikan yang dicapaikan oleh metodologi yang mengembangkan manusia-nya yang memberdayakan, bukan pengetahuan… Pengetahuan mahasiswa/i kita adalah cukup baik, tetapi kemampuan untuk menggunakan pengetahuan secara kreatif pada umum adalah rendah, jadi menganggur.
Kata-nya “Knowledge (pengetahuan) Is Power”, dan “Wisdom (Kekuatan Mental) Is Strength” (pre-bahasa). Power (kekuasaan) belum tentu menuju yang baik. Tetapi wisdom (kekuatan mental) akan memasitkan bahwa kita menuju masa depan yang lebih baik. Meningkatkan Kekuatan Mental Dan Kita Juga Akan Sangat Powerful… Maupun dapat membentuk masa depan sendiri (mandiri).
Yang “memperkayakan orang, maupun negara” adalah pendidikan yang menghargai variasi dalam pikiran dan perspektif supaya dapat menstimulasikan imaginasi dan kreativitas yang muncul dalam proses-nya.
Ya, artikel itu hanya mencerminkan “kepentingan tertentu” oleh bisnis yang akan terus menjadi tantangan untuk perkembangan pendidikan (karena retorika-nya adalah sangat manis 🙂
Salam Pendidikan
Abdul Karim :
bagaimana dengan contoh dari MIT berikut ini Pak?
Philip Rekdale :
@Abdul Karim – Terima kasih. Bagus…. Memberikan bahan gratis. 🙂
Salam Pendidikan
Abdul Karim :
‎@Philip Rekdale : permasalahan umum di Indonesia adalah kwalitas pembelajaran yang rendah yang disebabkan oleh mutu SDM guru dan dosen yang rendah pula di samping sarana dan prasarana yang tidak memadai untuk pembelajaran (kecuali di sekolah-sekolah elit). Adalah suatu berkah yang tidak ternilai harganya, melalui ‘Internet’ saya dan orang-orang yang ingin meningkatkan pengetahuannya, dapat memperoleh sumber-sumber belajar dari universitas-universitas terkemuka di dunia semacam MIT, Harvard, Barkeley dan lain-lain. Jadi manfaat yang tidak terbantahkan dengan e-learning adalah kita bisa terhubung dengan sumber-sumber belajar dari tempat-tempat belajar terbaik di dunia. Yang tidak saya peroleh- seumur hidup saya-dari guru dan dosen yang bertatap muka secara langsung. Karena di Indonesia yang bernilai adalah “Ijazah dan gelar-gelar akademis’nya, bukan isi ‘otak’ dan pengetahuannya. Sehingga pada umumnya sebagian besar orang dengan sukarela membeli ijazah tanpa harus belajar … 🙂 … (di Indonesia bisnis pembuatan skripsi dan thesis menjamur)
Mengenai masalah ‘bisnis pendidikan’, saya pikir tidak masalah asalkan memang betul-betul dapat membuat orang jadi lebih pintar. Dibandingkan ‘klaim pendidikan yang tidak berbisnis’ tapi malah membuat kebanyakan orang tetap bodoh.
Ini ‘Indonesia’ pak Philip … 🙂
Philip Rekdale :
@Abdul Karim – Terima kasih
Re: “permasalahan umum di Indonesia adalah kwalitas pembelajaran yang rendah yang disebabkan oleh mutu SDM guru dan dosen yang rendah”
Kayaknya isu utama adalah kita tidak mempunyai Metodologi Nasional yang menuju perkembangan SDM yang bermutu, dan guru-guru sendiri adalah produk dari pembelajaran-pasif (menuju ujian saja) dan tidak dapat melihat masalahnya. Masalah sangat terkait kebijakan yang tidak konsisten.
Re: “pula di samping sarana dan prasarana yang tidak memadai”
Ya, lebih dari itu: “Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta – Di Jakarta Saja, 179 Sekolah Tidak Layak Pakai! – Hampir 80% Gedung Sekolah di Pesawaran Rusak, dll”,”Jumlah ruang kelas (SD dan SMP) rusak berat juga meningkat, dari 640,660 ruang kelas (2000-2004 meningkat 15,5 persen menjadi 739,741 (2004-2008).” (ICW) – Kelihatannya makin lama makin banyak sekolah yang rusak!
Dan selama korupsi dapat jalan lancar mengatasi masalah ini saja gimana? “Korupsi terjadi di semua tingkatan dari KemDikNas, dinas pendidikan, hingga sekolah” – “Dinas pendidikan telah menjadi institusi paling korup dan menjadi isntitusi penyumbang koruptor pendidikan terbesar dibanding dengan institusi lainnya.( ICW)
Re: “Adalah suatu berkah yang tidak ternilai harganya, melalui ‘Internet’ saya dan orang-orang yang ingin meningkatkan pengetahuannya, dapat memperoleh sumber-sumber belajar dari universitas-universitas terkemuka di dunia semacam MIT, Harvard, Barkeley dan lain-lain.”
Ini sangat baik, semua guru dan dosen harus bertangungjawab untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu terus.
Re: “di Indonesia yang bernilai adalah “Ijazah dan gelar-gelar akademis’nya, bukan isi ‘otak’ dan pengetahuannya.”
Setuju tetapi pengetahuan sendiri tidak begitu bermanfaat (seperti kita dapat melihat dari jumlah lulusan yang menganggur) tanpa “olahraga otak” dalam pembelajaran oleh metodologi yang menstimulasikan.
“Education is the kindling of a flame, not the filling of a vessel”. (Pendidikan adalah untuk menyalakan obor, bukan untuk mengisi bejana) – Socrates.”
Re: “di Indonesia bisnis pembuatan skripsi dan thesis menjamur”
Ya, saya sudah lama coba menghadapi masalah ini dalam saran-saran saya ke mahasiswa/i http://pojokguru.com/skripsi.html
Re: “Mengenai masalah ‘bisnis pendidikan’, saya pikir tidak masalah asalkan memang betul-betul dapat membuat orang jadi lebih pintar.”
Konsep “pintar” menurut bisnis adalah apa? Beli dan menggunakan produk mereka? Mereka mengutamakan bisnis-nya kan? Sudah ada banyak contoh di sini…..
Tetapi barangkali bisnis kurang bahaya dibanding “pemerintah kita” yang dapat kontrol pendidikan 100% 🙂
Jangan salah, saya tidak melawan e-learning atau memakai Internet di luar kelas (itu disebut terus dari awal), saya hanya ingin kita melaksanakan pendidikan yang terbaik dan dapat menembangkan kita sebagai bangsa yang cerdas (bukan robot) di dalam kelas.
Kita hanya dapat meningkatkan “cerdas-nya rakyat” kita kalau kita dapat meningkatkan kemampuan menggunakan otaknya (thinking skills), bukan oleh tambah pengetahuan saja (seperti di negara maju, anak-anak belajar secara aktif dari TK).
Salam Pendidikan
Abdul Karim :
re : “saya hanya ingin kita melaksanakan pendidikan yang terbaik dan dapat mengembangkan kita sebagai bangsa yang cerdas (bukan robot) di dalam kelas.”
sayangnya pak Philip, selama ini ‘tanpa teknologi atau e-learning pun’, di sekolah-sekolah di Indonesia yang terjadi adalah pendidikan yang menghasilkan output ‘robot-robot’ yang tidak cerdas. 🙂
Philip Rekdale :
Mengapa ingin tambah dengan e-learning? Sudah waktu untuk mengaktifkan otak-otak pelajar-pelajar kita, bukan mengulangkan pembelajaran-pasif. Kapan kita akan maju?
Abdul Karim :
Ok pak Philip terima kasih untuk diskusi yang mencerdaskan ini. O ya saya minta izin untuk mengcopy paste diskusi ini di blog saya. Salam Pendidikan!
Philip Rekdale :
Terima kasih. Saya juga sangat enjoy.
Silakan mengcopy diskusi ini.
Semoga Sukses!
Keterangan gambar : Pak Philip Rekdale – Pakar Teknologi Pendidikan